Steganografi dan Watermaking
Steganografi (steganography) adalah teknik menyembunyikan data rahasia di dalam wadah (media) digital sehingga keberadaan data rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang. Steganografi membutuhkan dua property: wadah penampung dan data rahasia yang akan disembunyikan. Steganografi digital menggunakan media digital sebagai wadah penampung, misalnya citra, suara (audio), teks, dan video. Data rahasia yang disembunyikan juga dapat berupa citra, suara, teks, atau video.
Penggunaan steganografi antara lain bertujuan untuk menyamarkan eksistensi (keberadaan) data rahasia sehingga sulit dideteksi , dan melindungi hak cipta suatu produk. Steganografi dapat dipandang sebagai kelanjutan kriptografi. Jika pada kriptografi, data yang telah disandikan (chipertex) tetap tersedia, maka dengan steganografi ciphertex dapat disembunyikan sehingga pihak ketiga tidak mengetahui keberadaannya. Data rahasia yang disembunyikan dapat diekstraksi kembali persis sama seperti keadaan aslinya.
Bab ini akan memaparkan steganografi dan watermaking pada citra digital. Watermaking adalah aplikasi dari steganografi, di mana citra digital diberi suatu penanda yang menunjukkan label kepemilikan citra tersebut.
13.1 Sejarah Steganografi
Steganografi sudah dikenal oleh bangsa Yunani. Penguasa Yunani dalam mengirimkan pesan rahasia menggunakan kepala budak atau prajurit sebagai media. Dalam hal ini, rambut budak dibotaki, lalu pesan rahasia ditulis pada kulit kepala budak. Ketika rambut tumbuh, budak tersebut diutus untuk membawa pesan rahasia di kepalanya.
Bangsa Romawi mengenal steganografi dengan menggunakan tinta tak tampak (invisible-ink) untuk menuliskan pesan. Tinta tersebut dibuat dari campuran sari buah, susu, dan cuka. Jika tinta digunakan untuk menuliskan maka tulisannya tidak tampak. Tulisan di atas kertas dapat dibaca dengan cara memanaskan kertas tersebut.
13. 2 Kriteria Steganografi yang Bagus
Data yang disembunyikan tidak hanya berupa teks, tetapi juga berupa citra, audio, atau video. Selain citra digital, media penampung data rahasia juga bias berupa teks, audio, atau video. Penyembunyian data rahasia ke dalam citra digital akan mengubah kualitas citra tersebut. Kriteria yang harus diperhatikan dalam penyembunyian data adalah:
1. Fidelity. Mutu citra penampung tidak jauh berubah. Setelah penambahan data rahasia, citra hasil steganografi masih terlihat dengan baik. Pengamat tidak mengetahui kalau di dalam citra tersebut terdapat data rahasia.
2. Robustness. Data yang disembunyikan harus tahan (robust) terhadap berbagai operasi manipulasi yang dilakukan pada citra penampung, seperti pengubahan kontras, penajaman, pemampatan, rotasi, perbesaran gambar, pemotongan (cropping), enkripsi, dan sebagainya. Bila pada citra penampung dilakukan operasi-operasi pengolahan citra tersebut, maka data yang disembunyikan seharusnya tidak rusak (tetap valid jika diekstraksi kembali).
3. Recovery. Data yang disembunyikan harus dapat diungkapkan kembali (reveal). Karena tujuan steganografi adalah data hiding, maka sewaktu-waktu data rahasia di dalam citra penampung harus dapat diambil kembali untuk digunakan lebih lanjut.
13.3 Teknik Penyembunyian data
Penyembunyian data dilakukan dengan mengganti bit-bit data di dalam segmen citra dengan bit-bit data rahasia. Hingga saat ini sudah banyak dikemukakan oleh para ilmuwan metode-metode penyembunyian data. Metode yang paling sederhana adalah metode modifikasi LSB (Least Significant Bit Modification). Pada susunan bit di dalam sebuah byte (1 byte = 8 bit), ada bit yang paling berarti (most significant bit atau MSB) dan bit yang paling kurang berarti (least significant bit atau LSB). Sebagai ilustrasi, di bawah ini dijelaskan metode modifikasi LSB untuk menyisipkan watermark pada citra (gambar) digital.
Misalnya pada byte 11010010, bit 1 yang pertama (digarisbawahi) adalah bit MSB dan bit 0 yang terakhir (digarisbawahi) adalah bit LSB. Bit yang cocok untuk diganti adalah bit LSB, sebab penggantian hanya mengubah nilai byte tersebut satu lebh tinggi atau satu lebih rendah dari nilai sebelumnya. Misalkan byte tersebut di dalam gambar menyatakan warna tertentu, maka perubahan satu bit LSB tidak mengubah warna tersebut secara berarti. Lagi pula, dan ini keuntungan yang dimanfaatkan, mata manusia tidak dapat membedakan perubahan yang kecil.
Misalkan segmen pixel-pixel citra sebelum penambahan bit-bit watermark adalah
00110011 10100010 11100010 01101111
Misalkan data rahasia (yang telah dikonversi ke system biner) adalah 0111. Setiap bit dari watermark menggantikan posisi LSB dari segmen data citra menjadi:
00110010 10100011 11100011 01101111
Untuk memperkuat penyembunyian data, bit-bit data tidak digunakan untuk menganti byte-byte yang berurutan, namun lebih dipilih susunan byte secara acak. Misalnya jika terdapat 50 byte dan 6 bit data yang akan disembunyikan, maka byte yang diganti bit LSB-nya dipilih secara acak, misalkan byte nomor 36, 5, 21, 10, 18, 49.
Bilangan acak dibangkitkan dengan pseudo-random-number-generator (PRNG). PRNG menggunakan kunci rahasia untuk membangkitkan posisi pixel yang akan digunakan untuk menyembunyikan bit-bit. PRNG dibangun dalam sejumlah cara, salah satunya dengan menggunakan algoritma kriptografi DES (Data Encryption Standard), algoritma hash MD5, dan metode kriptografi CFB (chipper-feedback mode). Tujuan dari enkripsi adalah menghasilkan sekumpulan bilangan acak yang sama untuk setiap kunci enkripsi yang sama. Bilangan acak dihasilkan dengan cara memilih bit-bit dari sebuah blok data hasil enkripsi.
Teknik penyembunyian data untuk citra 8-bit berbeda dengan citra 24-bit. Pada citra 8-bit, setiap elemen data bitmap menyatakan indeks dari peta warnanya di palet RGB. Pada citra 24-bit, tidak terdapat palet RGB, karena nilai RGB langsung diuraikan dalam data bitmap. Setiap elemen data bitmap panjangnya 3 byte, masing-masing byte menyatakan komponen R, G, dan B.
Teknik Penggantian Bit pada Citra bukan 24 bit
Sebelum melakukan penggantian bit LSB, semua data citra yang bukan tipe 24 bit diubah menjadi format 24 bit. Jadi, setiap data pixel sudah mengandung komponen RGB. Setiap byte di dalam data bitmap diganti satu bit LSBnya dengan bit data yang akan disembunyikan. Jika byte tersebut merupakan komponen hijau (G), maka penggantian 1 bit LSBnya hanya mengubah sedikit kadar warna hijau, dan perubahan ini tidak terdeteksi oleh mata manusia.
Teknik Penggantian Bit pada Citra 24 bit
Karena data bitmap pada citra 24 bit sudah tersusun atas komponen RGB, maka tidak perlu dilakukan perubahan format. Setiap byte di dalam citra bitmap diganti satu bit LSBnya dengna bit data yang akan disembunyikan.
Perubahan Jumlah Warna
Pada citra 8-bit, jumlah warna terbatas, hanya 256 warna. Pengubahan format citra 8-bit menjadi 24 bit akan menghasilkan warna baru (yang semula tidak terdapat di dalam palet RGB). Setiap elemen RGB pada table palet berpotensi menjadi 8 warna berbeda setelah proses penggantian bit LSB. Hal ini karena setiap data bitmap terdiri atas 3 byte, maka tersedia 3 bit LSB untuk penggantian. Penggantian 3 bit LSB menghasilkan 23 = 8 kombinasi warna. Dengan demikian, steganografi pada citra 256 warna berpotensi menghasilkan 245 x 8 = 2018 warna.
Untuk menghindari kelebihan warna dari 256, maka sebelum proses penyembunyian data, warna citra 8 bit diturunkan terlebih dahulu menjadi 32 warna (jika jumlah warnanya kurang dari 32, tidak perlu dilakukan penurunan warna). Dengan demikian, jika setiap warna menghasilkan 8 warna baru, jumlah warna seluruhnya maksimum 32 x 8 = 256 warna.
Penurunan jumlah warna dilakukan dengan cara kuantisasi waran (color quantization).penurunan jumlah warna harus tetap menghasilkan citra yang tampak persisi seperti citra semula. Algoritma kuantisasi warna ada beberapa buah, antara lain algoritma diversity. Prinsip algoritma diversity adalah memaksimumkan perbedaan warna.
Algoritma Diversity:
1. Buat histogram citra. Warna yang frekuensi kemunculannya 0 dibuang karena tidak akan digunakan.
2. Pilih warna dengan frekuensi kemunculan tertinggi sebagai warna patokan. Masukkan warna ini ke dalam senarai warna terpilih.
3. Cari warna yang mempunyai perbedaan terjauh dengan warna patokan. Masukkan warna tersebut ke dalam senarai warna terpilih. Perbedaan dua buah warna dihitung dengan rumus jarak Euclidean:
Yang dalam hal ini r1,g1, dan b1 adalah komponen RGB dari warna pertama, dan r2,g2, dan b2 adalah komponen RGB dari warna kedua.
4. Untuk setiap warna yang tersisa di dalam list, hitung jaraknya dari masing-masing warna di dalam senarai warna terpilih. Ambil warna yang paling jauh berbeda dengan warna yang sudah dipilih. Lakukan langkah 4 ini berulangkali sampai k warna sudah terpilih.
13.4 Ukuran Data Yang Disembunyikan
Ukuran data yang akan disembunyikan bergantung pada ukuran citra penampung. Pada ictra 8 bit yang berukuran 256 x 256 pixel terdapat 65536 pixel, setiap pixel berukuran 1 byte. Setelah diubah menjadi citra 24 bit, ukuran data bitmap menjadi 65536 x 3 = 196608 byte. Karena setiap byte hanya bias menyembunyikan satu bit di LSBnya, maka ukuran data yang akan disembunyikan di dalam citra maksimum 196608/8 = 24576 byte. Ukuran data ini harus dikurangi dengan panjang nama berkas, karena penyembunyian data rahasia tidak hanya menyembunyikan isi data tersebut, tetapi juga nama berkasnya.
Semakin besar data disembunyikan di dalam citra, semakin besar pula kemungkinan data tersebut rusak akibat manipulasi pada citra penampung.
13.5 Teknik Pengungkapan Data
Data yang disembunyikan di dalam data dapat dibaca kembali dengan cara pengungkapan (reveal atau extraction). Posisi byte yang menyimpan bit data dapat diketahui dari bilangan acak yang dibangkitkan oleh PRNG. Karena algoritma kriptografi yang digunakan menggunakan kunci pada proses enkripsi, maka kunci yang sama digunakan untuk membangkitkan bilangan acak. Bilangan acak yang dihasilkan sama dengan bilangan acak yang dipakai pada waktu penyembunyian data. Dengan demikian, bit-bit data rahasia yang bertaburan di dalam citra dapat dikumpulkan kembali.
13.6. Watermarking
Salah satu karya intelektual yang dilindungi adalah barang dalam bentuk digital, seperti software dan produk multimedia seperti teks, music (dalam format MP3 atau WAV), gambar/citra (image), dan video digital (VCD). Selama ini penggandaan atas produk digital tersebut dilakukan secara bebas dan leluasa. Hasi penggandaan persis sama dengan aslinya. Pemegang hak cipta atas produk digital tersebut tentu dirugikan karena ia tidak mendapat royalty dari usaha penggandaan tersebut.
Sebenarnya masalah penyalahgunaan hak cipta pada bidang multimedia tidak hanya mengenai penggandaan dan pendistribusiannya saja, tetapi juga mengenai label kepemilikan. Kebanyakan produk digital tersebut tidak mencantumkan siapa pemegang hak ciptanya. Kalaupun bukti kepemilikan itu ada, biasanya informasi kepemilikan disertakan pada sampul pembungkus yang menerangkan bahwa produk multimedia tersebut adalah milik pembuatnya. Masalahnya, distribusi produk multimedia saat ini tidak hanya secara offline, tetapi juga dapat dilakukan lewat internet. Jika anda masuk ke situs – situs web di internet, anda dapat menemukan informasi berupa teks, gambar, suara, dan video. Semua produk digital tersebut dapat di download dengan mudah. Anda pun dapat juga dapat mempertukarkan data digital dengan layanan internet seperti e-mail.
Masalahnya, hampir semua data digital yang bertebaran di dunia internet tidak mencantumkan informasi pemiliknya. Seseorang yang telah mendapatkan produk digital dapat mengklaim bahwa produk tersebut adalah hasil karyanya. Berhubung tidak ada bukti kepemilikan sebelumnya, maka klaim tersebut mungkin saja dipercaya.
Salah satu cara untuk melindungi hak cipta multimedia adalah dengan menyisipkan informasi ke dalam data multimedia tersebut dengan teknik watermaking. Informasi yang disisipkan ke dalam data multimedia disebut watermark, dan watermark dapat dianggap sebagai sidik digital dari pemilik yang sah atas produk multimedia tersebut. Dengan kata lain, watermark yang disisipkan menjadi label hak cipta dari pemiliknya. Pemberian signature dengan teknik watermarking ini dilakukan sedemikian sehingga informasi yang disisipkan tidak merusak data digital yang dilindungi. Sehingga, seseorang yang membuka produk multimedia yang sudah disisipi watermark tidak menyadari kalau di dalam data multimedia tersebut terkandung label kepemilikan pembuatnya.
Jika ada orang lain yang mengklaim bahwa produk multimedia yang didapatkannya adalah miliknya, maka pemegang hak cipta atas karya multimedia tersebut dapat membantahnya dengan mengekstrak watermark dari dalam data multimedia yang disengketakan. Watermark yang diekstraksi dibandingkan dengan watermark pemegang hak ciptanya. Jika sama, berarti memang dialah pemegang hak cipta produk multimedia tersebut. Pada dasarnya, teknik watermarking adalah proses menambahkan kode identifikasi secara permanen ke dalam digital. Kode identifikasi tersebut dapat berupa teks, gambar, suara, atau video. Selain tidakmerusak data digital produk yang akan dilindungi, kode yang disisipkan seharusnya memiliki ketahanan (robustness) dari berbagai pemrosesan lanjutan seperti pengubahan, transformasi geometri, kompresi, enkripsi, dan sebagainya. Sifat robustness berarti data watermark tidak terhapus akibat pemrosesan lanjutan tersebut.
Sejarah Watermarking
Watermarking sudah ada sejak 700 tahun yang lalu. Pada akhir abad 13, pabrik kertas di Fabriano, Italia, membuat kertas yang diberi watermark atau tanda air dengan cara menekan bentuk cetakan gambar atau tulisan pada kertas yang baru setengah jadi. Ketika kertas dikeringkan terbentuklah suatu kertas yang berwatermark. Kertas ini biasanya digunakan oleh seniman atau sastrawan untuk menulis karya mereka. Kertas yang sudah dibubuhi tanda air tersebut sekaligus dijadikan identifikasi bahwa karya seni di atasnya adalah milik mereka.
Ide watermarking pada data digital (sehingga disebut digital watermarking) dikembangkan di Jepang tahun 1990 dan di Swiss tahun 1993. Digital watermarking semakin berkembang seiring dengan semakin meluasnya penggunaan internet, objek digital seperti video, citra, dan suara yang dapat dengan mudah digambarkan dan disebarkan.
Perbedaan Steganografi dengan Watermarking
Watermarking merupakan aplikasi dari steganografi, namun ada perbedaan antara keduanya. Jika pada steganografi informasi rahasia disembunyikan di dalam media digital dimana media penampung tidak berarti apa-apa, maka pada watermarking justru media digital tersebut yang akan dilindungi kepemilikannya dengan pemberian label hak cipta (watermark).
Meskipun steganografi dan watermarking tidak sama, namun secara prinsip proses penyisipan informasi ke dalam data digital tidak jauh berbeda. Beberapa metode yang sudah ditemukan untuk penyisipan watermark adalah metode LSB, metode adaptif, metode spread spectrum, dan sebagainya.
Data watermark yang lazim disisipkan ke dalam data digital adalah teks, citra, atau suara. Watermark berupa teks mengandung kelemahan karena kesalahan satu bit akan menghasilkan hasil teks yang berbeda pada waktu verifikasi (ekstraksi). Watermark berupa suara atau citra lebih disukai karena kesalahan pada beberapa bit watermark tidak menghasilkan perubahan yang berarti pada waktu verifikasi. Hasil ekstraksi watermark yang mengandung kesalahan tersebut masih dapat dipersepsi secara visual (atau secara pendengaran jika watermark-nya berupa suara). Citra yang sering digunakan sebagai watermark biasanya logo atau lambang.
Penyisipan Watermark
Disini kita hanya meninjau watermarking pada citra digital. Proses penyisipan watermark ke dalam citra disebut encoding dan ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar tersebut memperlihatkan sebuah gambar yang disisipi dengan watermark berupa gambar hitam putih yang menyatakan identifikasi pemiliknya.
kunci citra Encoding Citra ber-watermark Watermark
Verifikasi Watermark
Verifikasi watermark dilakukan untuk membuktikan status kepemilikan citra digital yang disengketakan. Verifikasi watermark terdiri atas dua sub-proses, yaitu ekstraksi watermark dan pembandingan. Sub-proses ekstraksi watermark disebut juga encoding, bertujuan mengungkap watermark dari dalam citra.decoding dapat mengikutsertakan citra asal (yang belum diberi watermark) atau tidak sama sekali, karena beberapa skema watermarking memang menggunakan citra asal dalam proses decoding untuk meningkatkan unjuk kerja yang lebih baik. Sub proses perbandingan bertujuan membandingkan watermark yang diungkap dengan watermark asli dan member keputusan tentang watermark tersebut. Selain untuk tujuan pelabelan hak cipta, watermarking juga dimanfaatkan untuk tujuan-tujuan lain sebagai berikut:
a. Tamper-proofing. Watermarking juga digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi atau menunjukkan bahwa data digital telah mengalami perubahan dari aslinya.
b. Feature location. Watermarking digunakan untuk mengidentifikasi isi dari data digital pada lokasi-lokasi tertentu.
c. Annotation/ caption. Watermarking digunakan hanya sebagai keterangan tentang data digital itu sendiri.
Label: Materi Pengolahan Citra
1 Komentar:
Thanks :)
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda