Pembentukan Citra
Ada dua macam citra yaitu citra diskrit dan citra kontinu. Citra kontinu dihasilkan dari system optic yang menerima sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog. Citra diskrit dihasilkan melalui proses digitalisasi terhadap citra kontinu. Citra diskrit disebut juga dengan citra digital.
2.1 Model Citra
Secara matematis fungsi intensitas cahaya pada bidang dwimatra disimbolkan dengan f(x,y) yang dalam hal ini:
(x,y) : koordinat pada bidang dwimatra
f(x,y) : intensitas cahaya (brightness) pada titik (x,y)
karena cahaya merupakan bentuk energy, maka intensitas cahaya bernilai antara 0 sampai tidak berhingga.
0 ≤ f(x,y) ≤ ∞
Nilai f(x,y) sebenarnya adalah hasil kali dari :
a. i(x,y) = jumlah cahaya yang berasal dari sumbernya (illumination), nilainya antara 0 - ∞
b. r(x,y) = derajat kemampuan objek memantulkan cahaya (reflection), nilainya antara 0 dan 1.
Jadi f (x,y) = i(x,y). r(x,y), yang dalam hal ini
a. 0 ≤ i(x,y) ≤ ∞
b. 0 ≤ r(x,y) ≤ 1
Nilai i(x,y) ditentukan oleh sumber cahaya, sedangkan r(x,y) ditentukan oleh karakteristik objek di dalam gambar. Nilai r(x,y) = 0 mengindikasikan penerapan total, sedangkan r(x,y) = 1 menyatakan pemantulan total. Jika permukaan mempunyai derajat pemantulan nol maka fungsi intensitas cahaya, f(x,y) juga nol. Sebaliknya, jika permukaan mempunyai derajat pemantulan 1, maka fungsi intensitas cahaya sama dengan iluminansi yang diterima oleh permukaan tersebut.
Contoh – contoh nilai i(x,y):
a. Pada hari cerah, matahari menghasilkan iluminasi i(x,y) sekitar 9000 foot candles
b. Pada hari mendung, matahari menghasilkan iluminasi i(x,y) sekitar 1000 foot candles
c. Pada malam bulan purnama, sinar bulan menghasilkan iluminasi i(x,y) sekitar 0.01 foot candles
Contoh – contoh nilai r(x,y):
a. Benda hitam mempunyai r(x,y) = 0.01
b. Dinding putih mempunyai r(x,y) = 0.8
c. Benda logam dari stainlessteel mempunyai r(x,y) = 0.65
Intensitas f dari gambar hitam putih pada titik (x,y) disebut derajat keabuan (gray level), yang dalam hal ini derajat keabuan bergerak dari hitam ke putih, sedangkan citranya disebut citra hitam-putih (grayscale image) atau citra monokrom.
Derajat keabuan memiliki rentang nilai dari Imin <>max
Biasanya selang (Imin , Imax) sering digeser untuk alasan-alasan praktis menjadi selang [0, L] yang dalam hal ini nilai intensitas 0 menyatakan hitam, nilai intensitas L menyatakan putih.
2.2 Digitalisasi Citra
Agar dapat diolah dengan computer digital, maka suatu citra harus direpresentasikan secara numeric dengan nilai-nilai diskrit. Representasi citra dari fungsi kontinu menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi. Citra yang dihasilkan dinamakan citra digital. Citra digital yang tingginya N, lebarnya M, dan memiliki L derajat keabuan dapat dianggap sebagai fungsi :
Proses digitalisasi citra ada 2 macam:
a. Digitalisasi spasial (x,y) disebut juga sampling (penerokan)
Citra kontinu citra sampling
Terdapat perbedaan antara koordinat gambar (yang diterok) dengan koordinat matriks (hasil digitalisasi). Titik asal (0,0) pada gambar dan elemen (1,1) pada matriks tidak sama. Koordinat x dan y pada gambar dimulai dari sudut kiri bawah, sedangkan penomoran pixel pada matriks dimulai dari sudut kiri atas.
1 M-1
Dy 1
i
N-1
(0,0) Dx j
Dalam hal ini,
i = x , 0 ≤ i ≤ N-1
j = (M-y), 0 ≤ j ≤ M-1
x = Dx/N increment
y = Dy/M increment
N = jumlah maksimum pixel dalam satu baris
M = jumlah maksimum pixel dalam satu kolom
Dx = lebar gambar
Dy = tinggi gambar
Elemen (i,j) di dalam matriks menyatakan rata-rata intensitas cahaya pada area citra yang direpresentasikan oleh pixel. Untuk memudahkan implementasi, jumlah terokan biasanya diasumsikan perpangkatan dari dua, N = 2n yang dalam hal ini,
N = jumlah penerokan pada suatu baris/ kolom
n = bilangan bulat positif
Pembagian gambar menjadi ukuran tertentu menentukan resolusi (yaitu derajat rincian yang dapat dilihat) spasial yang diperoleh. Semakin tinggi resolusinya berarti semakin kecil ukuran pixel, atau semakin banyak jumlah pixelnya maka gambar akan semakin halus karena informasi yang hilang akibat pengelompokan derajat keabuan pada penerokan semakin kecil.
b. Digitalisasi intensitas f(x,y) sering disebut sebagai kuantisasi
Langkah selanjutnya setelah proses penerokan adalah kuantisasi. Proses kuantisasi membagi skala keabuan (0, L) menjadi G buah level yang dinyatakan dengan suatu harga bilangan bulat (integer), biasanya G diambil perpangkatan dari 2,
G = 2m, yang dalam hal ini
G = derajat keabuan
m = bilangan bulat positif
Citra sering diasosiasikan dengan kedalaman pixel-nya. Jadi, citra dengan kedalaman 8 bit disebut juga citra 8-bit (atau citra 256 warna) yang merupakan citra hitam putih (citra biner).
2.3 Elemen-elemen Citra Digital
a. Kecerahan (brightness) merupakan intensitas cahaya. Kecerahan pada sebuah titik (pixel) di dalam citra merupakan intensitas rata-rata dari suatu area yang melingkupinya. Sistem visual manusia mampu menyesuaikan dirinya dengan tingkat kecerahan mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi dengan jangkauan sebesar 1010
b. Kontras (contrast) menyatakan sebaran terang dan gelap dalam sebuah gambar. Pada citra yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.
c. Kontur (contour) adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas inilah mata mampu mendeteksi tepi-tepi objek di dalam citra.
d. Warna (color) adalah persepsi yang dirasakan oleh system visual manusia terhadap panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh objek. Setiap warna mempunyai panjang gelombang (λ) yang berbeda. Warna merah mempunyai panjang gelombang paling tinggi, sedangkan warna ungu (violet) mempunyai panjang gelombang paling rendah. Persepsi system visual manusia terhadap warna sangat relative sebab dipengaruhi oleh banyak criteria, salah satunya disebabkan oleh adaptasi yang menimbulkan distorsi. Misalnya bercak abu-abu di sekitar warna hijau akan tampak keungu-unguan dengan cepat melihat warna abu-abu, maka mata menangkap kesan warna abu-abu tersebut sebagai warna ungu.
e. Bentuk (shape) adalah property intrinsic dari objek 3 dimensi, dengan pengertian bahwa bentuk merupakan property intrinsic utama untuk system visual manusia. Pada umumnya, citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra dwimatra ( 2 dimensi), sedangkan objek yang dilihat umumnya berbentuk trimatra (3 dimensi). Informasi bentuk objek dapat diekstraksi dari citra pada permulaan pra-pengolahan dan segmentasi citra. Salah satu tantangan utama pada computer vision adalah merepresentasikan bentuk, atau aspek-aspek penting dari bentuk.
f. Tekstur (texture) dicirikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan pixel-pixel yang bertetangga. Tesktur adalah sifat- sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh suatu daerah yang cukup besar sehingga secara alami sifat-sifat tadi dapat berulang dalam daerah tersebut. Tekstur adalah keteraturan pola-pola tertentu yang terbentuk dari susunan pixel-pixel dalam citra digital. Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra yang berhubungan dengan kasar dan halus, juga sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tadi, yang sama sekali terlepas dari warna permukaan tersebut.
Kegunaan analisis tekstur:
1. Tekstur memainkan peranan penting dalam banyak tugas pada system visual seperti pemeriksaan permukaan, pengelompokan objek pemandangan, orientasi permukaan, dan penentuan bentuk objek.
2. Digunakan untuk segmentasi citra, mengidentifikasi pola-pola yang teratur dan berulang, pola-pola intensitas, permukaan benda yang berhubungan dengan sifat kasar dan halus, koloni mikroba, jalan raya, bahkan sampai pada sifat permukaan bumi atau planet lainnya.
3. Untuk tujuan pengolahan citra, analisis tekstur adalah menjadikan pola variasi local intensitas yang berulang sebagai pembeda, manakala pola variasi tersebut terlalu kecil bila dibandingkan dengan objek yang diamati dalam resolusi yang dipakai.
Syarat terbentuknya tekstur:
1) Adanya pola-pola primitive yang terdiri dari satu atau lebih pixel. Bentuk pola primitive ini dapat berupa titik, garis lurus, garis lengkung, luasan, dan lain-lain yang merupakan elemen dasar dari sebuah bentuk.
2) Pola-pola primitive tadi muncul berulang-ulang dengan interval jarak dan arah tertentu sehingga dapat di prediksi atau ditemukan karakteristik pengulangannya.
2.4 Elemen Sistem Pemrosesan Citra Digital
a. Digitizer (digitalisasi) atau digital image acquisition system merupakan system penangkap citra digital yang melakukan penjelajahan citra dan mengkonversinya ke representasi numeric sebagai masukan bagi computer digital. Contoh kamera digital, scanner. Digitizer terdiri dari 3 komponen dasar: sensor citra yang bekerja sebagai pengukur intensitas cahaya, perangkat penjelajah yang berfungsi merekam hasil pengukuran intensitas pada seluruh bagian citra, dan pengubah analog ke digital yang berfungsi melakukan penerokan dan kuantisasi.
b. Computer digital (pemrosesan) yang digunakan pada system pemroses citra dapat bervariasi dari computer mikro sampai computer besar yang mampu melakukan bermacam-macam fungsi pada citra digital resolusi tinggi.
c. Piranti tampilan (output/penayangan) berfungsi mengkonversi matriks intensitas yang merepresentasikan citra ke tampilan yang dapat diinterpretasi oleh mata manusia. Contoh monitor peraga dan pencetak (printer).
d. Piranti penyimpanan adalah piranti yang mempunyai kapasitas memori besar sehingga gambar dapat disimpan secara permanen agar dapat diproses lagi pada waktu yang lain.
Label: Materi Pengolahan Citra
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda